Kamis, 04 Oktober 2012

Fakir Miskin dan Anak-Anak Terlantar Dipelihara oleh Negara

Fakir Miskin dan Anak-Anak Terlantar Dipelihara oleh Negara ditulis : Tiara Uyun Hanifah 
Dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa �fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara�. 
Maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh Negara, tetapi pada kenyataannya yang ada di lapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. 
Seseorang dapat dikatakan sebagai anak apabila ia masih berusia dibawah 18 tahun dan belum terikat dengan suatu perkawinan, karena jika ia belum berusia 18 tahun tetapi telah melakukan perkawinan maka ia dapat dikatakan telah dewasa. 
Penanganan masalah anak merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi juga setiap orang yang berada dekat anak tersebut harus dapat membantu pertumbuhan anak dengan baik. 
Mengenai anak terlantar banyak hal yang sebenarnya dapat diatasi seperti adanya panti-panti yang khusus menangani masalah anak terlantar tetapi karena kurangnya tenaga pelaksana dan minimnya dana yang diperoleh untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut maka kelihatannya panti-panti tadi tidak berfungsi dengan baik. 
Tetapi sekarang semakin banyak yayasan-yayasan serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap anak melakukan berbagai kegiatan seperti belajar bersama dengan menggunakan fasilitas yang tersedia seperti perpustakaan keliling yang bertujuan untuk menjadikan anak-anak terlantar menjadi orang yang berguna dan lebih baik lagi. jika yang kita baca adalah UUD pasal 34 ayat (1) maka akan berbunyi �Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh NEGARA.� 
Bisa dibilang pemerintah aku pikir telah mendzolimi konstitusi khususnya pasal 34 ini. Papan, Sandang, Pangan, Pendidikan, keempat itu terintegrasi sebagai kebutuhan primer. yang kita lihat sekarang adalah berbanding terbalik dengan pasal 34 tersebut. 
Aku berasal dari kota kecil di Jawa Tengah bernamakan Demak. Sekarang aku belajar di kota atlas, Semarang, berangakat dari kenekadanku aku semakin melek bahwa pendidikan di Indonesia hanya diberikan kepada mereka yang mampu membayar SPP. 
Jika pemerintah berdalih bahwa masih ada beasiswa. Apa benar beasiswa itu jatuh pada sasaran yang tepat, aku rasa tidak. Seperti beasiswa bidik misi pada perguruan tinggi. 
Pendidikan Indonesia tidaklah adil. Meskipun aku orang Jawa, aku merasa pendidikan di Jawa lebih difokuskan daripada pendidikan di luar Jawa. Dari segi Kualitas dan kuantitas, Jawa lebih maju pendidikannya. kemudian para fakir miskin, mereka masih tetap saja miskin meskipun pemerintahan telah berganti periode. 
Mereka didekati manakala suara mereka butuhkan untuk mendukung para politikus akan tampil duduk di tampuk kepemimpinan. setelah itu para fakir miskin kembali di dzolimi. Gelandangan dan pengemis hanya sebagai bola tendang, yang ditendang kesana kemari. Di ciduk paksa oleh petugas, kemudian diberi pembinaan, setelah itu dilempar lagi ke daerah lain. ini yang sering terjadi di Indonesia. (IC/95).


EmoticonEmoticon