Senin, 30 April 2012

Sambal Asam Teri Aceh

Sebelumnya saya sudah bagi resep tentang Sambal Nanas Teri Khas Palembang, Nah kali ini kita akan membuat resep sambal yang lainnya yaitu Sambal Asam Teri dimana resep ini adalah Masakan Khas Aceh.

Nich resepnya...!
Bahan untuk membuat sambal asam teri adalah sebagai berikut :
1. Belimbing sayur 3 buah, cincang kasar
2. Teri medan kering 50 gram, goreng
3. Bawang merah 3 butir
4. Bawang putih 1 siung
5. Cabe rawit 10 buah
6. Daun jeruk 4 lembar, buang tulang daunnya dan potong halus
7. Gula pasir 1 sendok teh
8. Garam secukupnya
Cara membuat sambal asam teri adalah :
1. Campur cabe rawit, bawang merah dan bawang putih, lalu diulek kasar.
2. Tambahkan gula dan garam kemudian diaduk hingga rata.
3. Masukkan belimbing buahnya, teri medan dan daun jeruk, aduk hingga rata.
Nah sudah jadi sambal asam teri...silahkan mencoba...wassalam...!

Sambal Nanas Teri Palembang

Disetiap daerah pasti mempunyai sambal khas dan pastinya memiliki cita rasa tinggi, karena negeri kita ini memang surganya aneka sambal. Nah kali ini Resep Sambal yang akan kita buat adalah Sambal Nanas Teri Pelembang dengan bahan yang dasar nanas dan ikan teri, dijamin mudah dech membuatnya.

Bahan untuk membuat sambal nanas teri :
1. Nanas 1 buah, potong segitiga kecil-kecil
2. Teri jengki 100 gram, cuci bersih
3. Garam secukupnya
4. Gula pasir 1 sendok teh
5. Lengkuas 1 cm, memarkan
6. Daun salam 2 lembar
7. Minyak goreng secukupnya
Bumbu halus sambal nanas teri :
1. Cabe merah 100 gram
2. Bawang putih 2 siung
3. Bawang merah 4 buah
Cara membuat sambal nanas teri :
1. Goreng ikan teri hingga kering dan matang, angkat dan tiriskan.
2. Panaskan sedikit minyak, tumis bumbu halus hingga harum, masukkan lengkuas dan daun salam, aduk rata.
3. Masukkan nanas, gula pasir dan garam, aduk hingga rata.
4. Masukkan ikan teri, aduk-aduk sebentar dan angkat.
Simple dan mudah bukan cara membuat sambal nanas teri, silahkan mencoba ya....! 

Minggu, 29 April 2012

Fluoridasi Air Minum (Water Fluoridation)

Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan Topikal Aplikasi ataupun Berkumur Dengan Larutan Fluor, cara lain pemberian fluor untuk mencegah karies adalah dengan Fluoridasi Air minum. Pengertian fluoridasi air minum adalah cara menambah konsentrasi fluor dalam air minum sampai demikian banyaknya, yaitu kira-kira 1 ppm sehingga menimbulkan keuntungan yang setinggi-tingginya bagi kesehatan gigi.
Keuntungan-Keuntungan Fluoridasi Air Minum adalah :
Water Fluoridation
1. Frekuensi karies atau gigi berlubang diturunkan kira-kira 60%.
2. Kehilangan gigi molar I tetap diturunkan 75%.
3. Karies pada permukaan proksimal dari ke empat gigi insisivus atas dikurangi kira-kira 95%.
4. Dijumpai individu-individu yang bebas karies 6 kali lipat.
Selain fluoridasi yang dilakukan di sumber-sumber air minum penduduk juga dapat dilakukan dalam air minum di sekolah-sekolah dapat dilakukan, bila fluoridasi air minum penduduk tidak mungkin dijalankan.
Dinas Pelayanan Kesehatan Rakyat Amerika telah mengumpulkan bukti-bukti permulaan bahwa dengan adanya konsentrasi fluor tertentu dalam air minum dapat menghambat karies gigi pada anak-anak tanpa menimbulkan Mottled Enamel. Mereka mengembangkan penelitian mereka dengan melakukan penelitian di daerah baru dan melakukan evaluasi kembali dari informasi yang terkumpul dalam pemeriksaan permulaan mereka.
Penelitian yang dilakukan menjelang tahun 1942 meliputi 21 kota yang terpilih berdasarkan konsentrasi fluor yang berbeda dalam persediaan-persediaan air minum di kota-kota tersebut, kiranya terlihat bahwa anak-anak yang berumur antara 12-14 tahun dengan riwayat yang pernah tinggal terus-menerus pada suatu kota yang mempunyai persediaan air rumah tangga dengan konsentrasi fluor kurang dari 0,5 ppm, rata-rata mempunyai lebih dari 7 gigi permanen dengan karies, pencabutan dan penambalan. Ternyata air yang mempunyai kandungan fluor 0,5 ppm kelihatannya tidak mempunyai pengaruh sistemik. Suatu kelompok yang serupa (umur 12-14 tahun) dari anak-anak yang bertempat tinggal di kota-kota dengan konsentrasi fluor dalam persediaan air minum antara 1,0 ppm dan 1,4 ppm rata-rata dipengaruhi kurang dari 3 gigi. Adanya konsentrasi fluor dalam air minum yang lebih besar dari 1,4 ppm hanya menyebabkan sedikit pengaruh kerentanan karies.
Dalam suatu pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa apabila fluor dimasukkan dalam air minum penduduk dengan konsentrasi 1 ppm, ternyata pengaruh yang nyata terhadap karies proksimal pada ke empat gigi insisivus atas tetap. Dari pengamatan ini jelaslah bahwa apabila fluor dicampurkan kedalam air minum dengan konsentrasi 1 ppm maka kecenderungan karies pada permukaan proksimal dari gigi insisivus permanen atas berkurang sepuluh kali lipat atau lebih.
Sejumlah percobaan yang dilakukan di beberapa negara terutama Amerika Serikat dan Eropa Barat menunjukkan bahwa beberapa tahun setelah diadakan fluoridasi ditemukan suatu pengaruh dari prevalensi karies gigi sebanyak kurang lebih 50% dan pengurangan dari jumlah permukaan gigi yang terkena karies tersebut.
Disamping manfaat yang secara langsung ditujukan kepada kondisi jaringan gigi, fluoridasi merupakan suatu tindakan yang sangat ekonomis berhubung biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya relatif rendah, tetapi untuk efektifitasnya, fluoridasi hanya dapat dijalankan di tempat-tempat dimana terdapat persediaan air minum yang terorganisasi. 
Dikebanyakan negara terutama negara-negara yang sedang berkembang masih banyak wilayah yang tidak memiliki air yang mengandung fluor. Tanpa sarana ini, fluoridasi tidak dapat diadakan dalam skala besar. Keadaan seperti ini juga dijumpai di negara kita. Menurut catatan yang tersedia, hanya 20% dari penduduk Indonesia memperoleh air dari perusahaan air minum.
(Rasinta Tarigan, 1992, Karies Gigi, Hipokrates, Jakarta). 

Kumur-Kumur Dengan Larutan Yang Mengandung Fluor

Selain dengan Topikal Aplikasi, pencegahan karies gigi bisa juga dengan menggunakan larutan yang mengandung fluor, tetapi sayangnya obat kumur yang mengandung fluor belum berapa banyak diselidiki kalau dibandingkan dengan tablet fluor. Bibby dan kawan-kawan (1948) menemukan suatu manfaat dari pemakaian fluor sebagai obat kumur untuk mencegah karies gigi.
Fluoride
Pemakaian fluor dalam bentuk larutan merupakan salah satu tindakan perlindungan khusus yang paling baik, bilamana prosedur lain yang menggunakan fluor tidak dapat dijalankan dan terutama dimana konsentrasi fluor dalam air setempat adalah sangat sedikit.
Fluor yang dilarutkan dalam air menurut suatu konsentrasi tertentu dipergunakan sebagai bahan kumur-kumur. Zat yang paling sering digunakan untuk tujuan ini adalah sodium fluoride karena sodium fluoride ini dapat disimpan untuk waktu yang agak lama serta memiliki rasa yang cukup baik bagi si pemakai. Dalam suatu penelitian mengenai efektifitas larutan 0,25% sodium fluoride yang digunakan 2 kali sehari untuk kumur-kumur, Weisz telah mencatat suatu pengurangan karies gigi sebesar 80%-90% dalam praktek pedodontiknya selama waktu 10 tahun.
Penemuan lain melaporkan bahwa 0,05% larutan sodium fluoride yang digunakan setiap hari sebagai obat kumur ternyata lebih efektif dalam mencegah karies gigi daripada fluor dalam pasta gigi.
Secara umum, terlihat bahwa bertambah tinggi konsentrasi dan semakin sering dipakai, semakin tinggi pengurangan karies atau gigi berlubang. Namun demikian pemakaian larutan fluor ini perlu didukung oleh sikap perorangan yang positif terhadap kesehatan gigi. Selain sikap yang positif, maka kelompok masyarakat tersebut juga mempunyai pola nutrisi serta kebiasaan hidup yang lebih sehat, sehingga kerusakan gigi dapat diatasi secara efektif.
(Rasinta Tarigan, 1992, karies Gigi, Hipokrates, Jakarta).

Topikal Aplikasi (TA) Dengan Larutan Fluor

Pengertian aplikasi lokal adalah pengolesan langsung fluor yang pekat pada email. Setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dengan semprotan udara, maka permukaan gigi diolesi larutan yang dibiarkan mengering (umumnya selama lima menit). Selama itu penderita selama satu jam tidak boleh makan, minum atau berkumur.
Aplikasi larutan fluor pada gigi efektif dalam mengurangi frekuensi karies gigi, kira-kira 40%, bergantung pada jumlah aplikasi, cara aplikasi, konsentrasi dan komposisi larutan dan lain-lain.
Knutson dan pembantu-pembantunya telah menunjukkan bahwa :
a. Rangkaian dari empat kali perawatan dengan fluor akan mengurangi kerusakan gigi sebesar kira-kira 40%.
b. Lebih dari empat kali aplikasi tidak memberikan keefektifan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya empat kali aplikasi.
c. Satu persen larutan sodium fluoride sama efektifnya dengan larutan dua persen.
d. Kealpaan untuk membersihkan gigi sebelum aplikasi larutan fluor pada perawatan akan mengurangi kira-kira setengah dari keefektifannya.
e. Jarak waktu diantara aplikasi-aplikasi dari tiga bulan sampai enam bulan sebagai pengganti interval yang biasanya seminggu sekali akan menurunkan efek pencegahan karies.
f. Efek profilaksis karies yang dicapai dengan empat kali aplikasi larutan sodium fluoride tidak berkurang sesudah masa tiga tahun.
Knutson dan Scholz telah mencatat bahwa dalam grup dari 1032 anak yang gigi mereka dirawat dengan sodium fluoride, pengurangan secara keseluruhan terhadap karies yang baru adalah 40,3% menjadi 42,3% untuk gigi atas dan 37,4% untuk gigi bawah.
Cara dan Teknik Topikal Aplikasi menurut Knutson adalah sebagai berikut :
a. Gigi dibersihkan dengan pasta pumice dan rubber cup. Ini dilakukan untuk aplikasi yang pertama.
b. Gigi diisolasi dengan gulungan kapas. Untuk merawat gigi bawah digunakan alat pemegang (Tongue Holder) gulungan kapas (Cotton Roll).
c. Gigi dikeringkan dengan semprotan udara, terutama daerah interproksimal.
d. Oleskan 2% larutan sodium fluoride pada gigi dengan kapas (Cotton Pellet) atau disemprotkan.
e. Biarkan kering selama 3 menit.
f. Aplikasi sodium fluoride diulangi dengan interval satu minggu hingga empat kali pemberian sebagai tahap permulaan, kalau tidak, maka gigi yang telah dirawat tadi akan sia-sia saja sesudah perawatan pertama.
Sesudah pemberian 4 kali aplikasi sodium fluoride pada gigi, maka efek pencegahan karies gigi diharapkan bertahan sampai kira-kira 3 tahun.
Knutson menganjurkan bahwa pengulangan aplikasi dengan interval kira-kira 3 tahun untuk disesuaikan dengan pola erupsi gigi anak-anak. Aplikasi yang pertama dapat dibuat pada umur 3 tahun untuk melindungi gigi susu, kemudian pada umur 7 tahun untuk melindungi gigi insisivus dan molar, pada umur 10 tahun untuk melindungi gigi kaninus dan premolar dan terakhir pada umur 13 tahun untuk melindungi molar kedua.
Perawatan dapat dimulai pada setiap umur, tetapi pemberian kembali harus pada umur-umur yang memberikan perlindungan terhadap erupsi gigi yang baru.
Topikal aplikasi harus dihentikan seluruhnya setelah tahun ke tujuh dari fluoridasi.
Muhler dan Howell menganjurkan pemakaian stannous fluoride sebagai pengganti sodium fluorida untuk topikal aplikasi dan ternyata memiliki derajat perlindungan yang lebih besar pada gigi.
Setelah dua tahun diperhatikan, terlihat bahwa pengurangan grup pemakaian stannous fluoride sebesar 58 dan 65% dibandingkan dengan grup pemakai sodium fluoride sebesar 36%.
(Rasinta Tarigan, 1992, Karies Gigi, Hipokrates, Jakarta).

Jumat, 27 April 2012

Resep Sate Ayam Lilit

Sate Ayam Blora, Sate Ayam Madura, dan Sate Ayam Ponorogo...mungkin sudah banyak yang tau dan merasakan kelezatannya...sate yang akan kita buat kali ini berbeda bentuk dan rasa tapi tidak kalah dech kelezatannya...namanya Sate Ayam Lilit.
Gimana cara membuatnya...?

Bahan untuk membuat sate ayam lilit adalah sebagai berikut :
1. Daging ayam 250 gram dicincang halus
2. Kelapa parut memanjang 100 gram
3. Telur ayam 1 butir
4. Serai 8 buah, untuk tusuk sate
5. Minyak goreng 2 sendok makan
Bumbu sate ayam lilit adalah :
1. Bawang merah 8 butir
2. Bawang putih 3 siung
3. Kemiri 4 butir, goreng
4. Cabe merah 4 buah
5. Ketumbar 1/2 sendok makan
6. Kunyit 1 cm, bakar
7. Terasi matang 1/2 sendok teh
8. Gula pasir dan garam secukupnya
Cara membuat sate lilit ayam adalah sebagai berikut :
1. Campur daging ayam dan kelapa parut, lalu tambahkan telur kocok dan aduk rata.
2. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu yang sudah dihaluskan hingga harum, angkat dan masukkan dalam campuran adonan ayam, aduk hingga tercampur rata.
3. Siapkan serai ambil sedikit adonan ayam, lalu kepal-kepal hingga berbentuk bulat lonjong dan lakukan hingga bahan habis.
4. Panggang sate lilit hingga matang dan permukaannya kecokelatan, angkat.
Nah...sate ayam lilit yang kita buat siap dech disantap...selamat mencoba ya...terima kasih....!

Selasa, 24 April 2012

Keuntungan dan Kelemahan Kuesioner

Melanjutkan posting saya sebelumnya tentang Pengertian dan Jenis Kuesioner, kali ini saya akan posting tentang Keuntungan dan Kelemahan Kuesioner. Kuesioner merupakan salah instrumen penelitian yang sangat populer dan banyak digunakan untuk penelitian, nah apa keuntungan dan kelemahan instrumen yang satu ini...?

Keuntungan Kuesioner antara lain :
a. Pada pelaksanaannya bisa saja tidak memerlukan hadirnya peneliti secara langsung, karena bisa diberikan kepada responden melalui orang lain maupun melalui jasa pengiriman.
b. Kuesioner dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden yang dituju atau yang dijadikan sampel penelitian. 
c. Kuesioner ini dapat dijawab oleh responden atau sasaran berdasarkan kecepatan masing-masing responden, dan berdasarkan waktu senggang responden.
d. Identitas responden dapat diisi dengan anonim sehingga responden bebas dengan jujur dan tidak malu-malu dalam memberikan jawaban dari kuesioner.
e. Kuesioner ini dapat dibuat terstandar, maksudnya adalah kuesioner yang diberikan kepada seluruh responden dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar sama.
Kelemahan Kuesioner antara lain :
a. Seringkali responden kurang teliti dalam menjawab kuesioner, apabila jumlah pertanyaan dalam lembar kuesioner cukup banyak, kadang responden tidak hanya teliti tetapi juga menjawab secara asal-asalan dikarenakan rasa malas dari responden.
b. Tidak menutup kemungkinan juga apabila peneliti tidak bertemu secara langsung dengan responden, maka responden akan memberikan jawaban yang tidak jujur atau sengaja memberikan jawaban yang salah.
c. Kuesioner yang kita kirim kepada responden belum tentu juga akan kembali dikirim kepada kita oleh responden, kalaupun dikirim kadang waktunya terlambat sehingga akan menyulitkan peneliti dalam pengolahan data hasil kuesioner.
d. Kuesioner memang mudah untuk dilaksanakan tetapi apabila peneliti tidak memberikan perhatian serius  kepada responden maka apa yang didapat dari jawaban-jawaban kuesioner akan tidak memuaskan dan yang lebih buruk tidak berguna sama sekali untuk mendukung penelitian dikarenakan responden asal-asalan memberikan jawaban.

Pengertian dan Jenis Angket atau Kuesioner

Pengertian dan Jenis Angket atau Kuesioner
    Pengertian Kuesioner (Questionnaires) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.

Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau metode kuesioner instrumen yang dipakai adalah angket atau kuesioner.
Berikut ini adalah jenis kuesioner atau jenis angket :
1. Jenis kuesioner atau angket dilihat dari cara menjawab adalah :
a. Kuesioner Terbuka
Adalah kuesioner yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.
b. Kuesioner Tertutup
Adalah kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
2. Jenis kuesioner atau angket dilihat dari jawaban yang diberikan adalah :
a. Kuesioner Langsung
Adalah kuesioner dimana responden menjawab tentang dirinya.
b. Kuesioner Tidak Langsung
Adalah kuesioner jika responden menjawab tentang orang lain.

3. Jenis kuesioner atau angket dilihat dari bentuknya adalah :
a. Kuesioner Pilihan Ganda
Kuesioner pilihan ganda ini sama dengan kuesioner tertutup dimana responden tinggal memilih jawaban yang tersedia.
b. Kuesioner Isian
Kuesioner pilihan ini sama juga dengan kuesioner terbuka dimana responden diberi kesempatan untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.
c. Check List
Adalah sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check atau centang (v) pada kolom yang sesuai.
d. Rating Scale (Skala Bertingkat)
Adalah sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, contohnya sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. 

Pengertian dan Macam-Macam Tes

Pengertian tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.

Ditinjau dari sasaran atau objek yang akan dievaluasi, maka dibedakan beberapa macam macam tes yaitu :
1. Tes Kepribadian atau Personality Test
Adalah tes yang digunakan untuk mengungkap kepribadian seseorang. Yang diukur bisa self concept, kreativitas, disiplin, kemampuan khusus dan sebagainya.
2. Tes Bakat atau Aptitude Test
Adalah tes yang digunakan untuk mengukur atau mengetahui bakat seseorang.
3. Tes Intelegensi atau Intelligence Test
Adalah tes yang digunakan untuk mengadakan estimasi atau perkiraan terhadap tingkat intelektual seseorang dengan cara memberikan berbagai tugas kepada orang yang akan diukur intelegensinya.
4. Tes Sikap atau Attitude Test
Adalah alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang. Tes ini sering juga disebut Skala Sikap.

5. Tes Minat atau Measures of Interest
Adalah alat untuk menggali minat seseorang terhadap sesuatu.
6. Tes Prestasi atau Achievement Test
Adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Berbeda dengan tes-tes yang lainnya, tes prestasi diberikan sesudah orang yang dimaksud mempelajari hal-hal sesuai dengan yang akan diteskan.

Senin, 23 April 2012

Pengenaan Tarif Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Pengenaan Tarif Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
Tarif adalah salah satu penerimaan dari rumah sakit selain dari: hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain, APBD, APBN , hasil investasi, dan lain-lain. Tarif merupakan sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan medik dan non medik yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Dimana pengenaan tarif rumah sakit ini tidak dimaksudkan untuk mencari laba dan ditetapkan dengan asas gotong royong dan adil dengan mengutamakan kepentingan masyarakat yang berpenghasilan rendah atau masyarakat miskin. Adapun dasar pengenaan tarif rumah sakit ditetapkan atas dasar jenis pelayanan, klasifikasi rumah sakit, tingkat kecanggihan pelayanan dan kelas perawatan.

Tarif rumah sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan baik oleh rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit pemerintah, tarif memang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menkes atau Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai pemilik terhadap rumah sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Akan tetapi disadari bahwa tarif pemerintah pada umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan biaya) yang rendah. Apabila tarif mempunyai tingkat pemulihan biaya rendah diberlakukan pada kelas layanan bawah (misalnya kelas III) maka hal tersebut merupakan sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Akan tetapi, apabila tingkat pemulihan biaya ternyata juga rendah untuk kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi untuk masyarakat atas.

Adanya penggolongan rumah sakit berdasarkan pemiliknya maka penaganan penetapan tarif dan tujuan penetapan tersebut dipengaruhi oleh pemiliknya, sehingga dengan latar belakang kepemilikan tersebut, tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut:
a. Pemulihan Biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya (cost recovery). Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif rumah sakit.
b. Subsidi silang
Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar masyarakat ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas 1 harus berada diatas unit cost agar surplusnya dapat dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada bagian-bagiannya. Sebagai contoh Instalasi Rawat Darurat (IRD) mempunyai potensi sebagai bagian yang mendatangkan kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi oleh bagian lain yang mempunyai potensi mendatangkan keuntungan, misalnya instalasi farmasi. Kebijakan subsidi silang ini secara praktis sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah sakit yang melakukan subsidi silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila rumah sakit memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif-tarif yang ada dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka panjang dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk subsidi silang.
c. Meningkatkan Akses Pelayanan
Ada suatu rumah sakit mempunyai misi untuk melayani masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai kebijakan penetapan tarif serendah mungkin. Diharapkan dengan tarif yang rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa akses tinggi belum berarti menjamin mutu pelayanan yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah mutu pelayanan yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah akibat subsidi pemerintah terbatas dan tarif rumah sakit rendah dengan sistem manajemen yang birokratis. Kegagalan pemerintah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah secara berkesinambungan.
d. Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter sepesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk mengurangi waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah di rumah sakit swasta dapat pemerintah di rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan.
e. Untuk Tujuan Lain
Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, menciptakan corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan utuk mencegah adanya rumah sakit yang baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah sakit baru.
Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Oleh karena itu, penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalisasikan pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif dapat dipasang pada tingkat yang setinggi-tingginya, sehingga dapat meningkatkan surplus secara maksimal.
Penetapan tarif yang bertujuan minimalisasi penggunaan pelayanan, mengurangi pemakaian, tarif dapat ditetapkan secara tinggi. Sebagai contoh, tarif periksa umum pada rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih dibandingkan dengan pelayanan serupa di Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Dengan cara ini maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan sehingga masyarakat hanya menggunakan rumah sakit apabila perlu saja.
Penetapan tarif dengan tujuan menciptakan Corporate Image adalah penetapan tarif yang ditetapkan dengan tujuan meningkatkan citra sebagai rumah sakit golongan masyarakat kelas atas. Sebagai contoh, berbagai rumah sakit di Jakarta menetapkan tarif bangsal super VIP dengan nilai yang sangat tinggi. Timbul kesan seolah-olah berlomba untuk mendapatkan citra rumah sakit paling mewah.
Pengenaan tarif pada rumah sakit umum daerah khususnya kelas III harus sesuai dengan Undang-undang Rumah Sakit Tahun 2009 pada Pasal 50 ayat 2 dimana besaran tarif pada kelas III yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Selanjutnya bila dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum pada Pasal 9 disebutkan bahwa BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang / jasa layanan yang diberikan, yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Pada prosedur penetapan tarif diusulkan oleh BLU kepada menteri / pimpinan lembaga / kepada SKPD yang sesuai dengan kewenangannya, kemudian usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga / kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan / gubernur / bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam penetapan tarif bagi BLU harus mempertimbangkan: Kontinuitas dan pengembangan layanan, Daya beli masyarakat, Asas keadilan dan kepatutan, Kompetisi yang sehat.
Sumber Buku :
Laksono Trisnantoro, 2009. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Manajemen Pemasaran Rumah Sakit BLU

Manajemen Pemasaran Rumah Sakit BLU ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
Rumah Sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, edukatif, prespektif, dan preparatif, tidak komparati, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan KODERSI, khususnya Pasal 23.

Dalam pelayanan kesehatan konsep �pemasaran� (marketing) nampaknya lebih berkonotatif negatif daripada positif, karena membangkitkan pemikiran ke arah promosi periklanan dan penjualan (sales), padahal hakekat pemasaran adalah komunikasi. Dengan demikian promosi sebagai alat pemasaran Rumah Sakit dapat dilakukan dan lebih merupakan penyuluhan yang bersifat informatif, edukatif, preskriptis, dan preparatif bagi khalayak ramai umumnya dan pasien khususnya.
a. Informatif adalah memberikan pengetahuan menganai hal ikhwal yang ada relefansinya dengan berbagai pelayanan dan program Rumah Sakit yang efektif bagi pasien atau konsumen.
b. Edukatif adalah memperluas cakrawala khalayak ramai tentang berbagai fungsi dan program Rumah Sakit, penyelenggaraan kegiatan, upaya kesehatan di Rumah Sakit yang bersangkutan .
c. Preskriptif adalah petunjuk kepada khalayak ramai pada umumnya dan pasien pada khususnya tentang peran pencari pelayanan kesehatan dalam proses diagnosis dan terapi.
d. Preparatif adalah membantu pasien atau keluarga pasien dalam proses pengambilan keputusan.

Keberhasilan manajemen pemasaran sangat tergantung kepada bagaimana orgsnisasi itu merancang sesuatu yang akan ditawarkannya (yaitu pelayanan) berdasarkan atas kebutuhan dan harapan pasar sasaran, ketepatan dalam penetapan tarif atau harga, komunikasi dalam menginformasikan dan memotivasi, serta penyediaan tempat untuk penyelenggaraan pelayanan itu kepada pasar sasaran. Dalam hal ini ada tujuh butir yang perlu disadari dan dipahami, yaitu:
a. Pemasaran merupakan proses manajerial yang meliputi analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Pemasaran juga dapat dilihat sebagai proses sosial dimana kebutuhan masyarakat diidentifikasi, dikembangkan, dan dipenuhi atau dilayankan oleh suatu institusi.
b. Pemasaran mewujudkan dirinya dalam bentuk program yang dirumuskan dengan cermat, bukan sekedar kegiatan-kegiatan acak untuk merespon. Jika seorang Direktur Rumah Sakit sekedar menyuruh seorang stafnya mengiklankan rumah sakitnya, itu tidak dapat dikatakan sebagai pemasaran.
c. Pemasaran menghendaki terselenggaranya tukar-menukar secara sukarela. Dengan pemasaran memang diharapkan terjadi tukar-menukar, tetapi bukan karena paksaan atau peraturan, melainkan atas dasar suka sama suka.
d. Pemasaran berarti pengelompokan pasar ke dalam pasar-pasar sasaran agar dapat memberikan pelayanan yang sesuai. Bukan sebuah nafsu besar untuk melayani semua pasar dengan sesuatu yang seragam.
e. Pemasaran bertujuan untuk membantu organisasi menjamin keselamatan dan kesehatannya dengan cara melayani sebaik-baiknya pasar sasaran. Dalam hal ini harus diingat bahwa rumah sakit bukan organisasi yang murni bisnis. Artinya, harus diupayakan keseimbangan antara mengejar laba dengan menyehatkan klien atau pasien.
f. Keberhasilan pemasaran sangat ditentukan oleh kesesuaian pelayanan yang ditawarkan dengan kebutuhan dan harapan pasar sasaran. Bukan oleh kesesuaian pelayanan dengan selera pribadi dari si penghasil produk (rumah sakit).
g. Pemasaran adalah upaya untuk mensinergikan sejumlah kegiatan, yaitu perancangan pelayanan, penetapan tarif atau harga, komunikasi atau promosi, dan penyediaan tempat untuk penyelenggaraan pelayanan, dalam satu perangkat yang disebut (marketing mix).
Sumber Rujukan :
Pitono Soeparto, dkk, 2006. Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya.
Bambang Hartono, 2010. Manajemen Pemasaran Untuk Rumah Sakit, Rineka Cipta, Jakarta.
KODERSI (Kode Etik Rumah Sakit Indonesia), 2000. Kongres PERSI Ke VIII, Jakarta.

Penetapan Dan Pencabutan Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU)

Penetapan Dan Pencabutan Rumah Sakit Badan Layanan Umum ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
Akhir-akhir ini mulai banyak rumah sakit umum di daerah yang berubah menjadi Badan Layanan Umum. Fenomena ini menarik dan patut didukung, karena �mungkin� saja dengan BLU pengelolaan rumah sakit menjadi lebih baik, kualitas pelayanan meningkat dan pasien akan terpuaskan. Namun harus hati-hati merubah rumah sakit umum daerah menjadi BLU. sebab penerapan BLU di rumah sakit jika tidak diikuti dengan penjaminan kesehatan bagi masyarakatnya, akan berdampak pada semakin tidak mampunya masyarakat menjangkau pelayanan di rumah sakit. Sebab rumah sakit BLU rata-rata menaikkan tarifnya melalui perhitungan tarif berdasarkan prinsip-prinsip bisnis, unit cost, dan lain-lain untuk mengejar cost recovery diatas 60% seperti yang dipersyaratkan untuk menjadi BLU.

Memang diakui bahwa pengelolaan rumah sakit sebagai satuan kerja perangkat daerah dirasakan memperlambat arus kas rumah sakit, terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional, mulai penyediaan obat dan bahan habis pakai medis hingga jasa medis yang terlambat, yang pada akhirnya menurunkan kualitas pelayanan. Kelambatan tersebut karena rumah sakit harus menyetor keseluruhan dari pendapatannya ke kas daerah dalam waktu 1 x 24 jam. Untuk kebutuhan rumah sakit harus mengajukan tagihan sesuai mekanisme yang berlaku bagi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan harus tercantum DPA SKPD rumah sakit yang disahkan melalui APBD, dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 10 ayat 4 dimana RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.

Sifat pelayanan kesehatan yang uncertainty (ketidakpastian) membuat rumah sakit kesulitan memprediksi berapa seharusnya anggaran real rumah sakit. Tidak heran jika banyak rumah sakit yang harus berhutang kepada perusahaan obat dan jasa medis yang tidak terbayarkan. Beberapa rumah sakit bahkan para tenaga medisnya melakukan unjuk rasa.
Pengertian BLU itu sendiri menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Pasal 1 angka 1 yaitu Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memeberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang dimaksud dengan BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan prodiktivitas.
Sedangkan tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 2 yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum (BLU) dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prisip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Pada PPK-BLUD bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian ditegaskan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dari pasal 69 ayat (7) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Dengan BLU maka rumah sakit bisa menggunakan langsung pendapatan yang diterimanya.
Walaupun rumah sakit BLU tidak ditujukan untuk mencari keuntungan namun penerapan praktek bisnis yang sehat mengharuskan manajemen harus bisa memenuhi pencapaian cost recovery yang lebih produktif. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menaikkan tarif dengan menghitungnya berdasarkan biaya satuan perpelayanan. Kenaikan ini yang akan memberatkan masyarakat pengguna rumah sakit umum daerah yang notabene adalah masyarakat menengah kebawah. Di sisi lain tidak semua masyarakat yang ada di daerah menjadi peserta jamkesmas, belum meratanya kepesertaan dalam asuransi sosial yang sebagian besar hanya diikuti oleh pegawai negeri (ASKES PNS), Jamsostek dan asuransi komersial lainnya. Kebanyakan masyarakat jadi miskin jika sakit (the law of medical money).
Terhadap permasalahan tersebut maka daerah harus mengikutinya dengan memberikan penjaminan kesehatan, baik premi yang sepenuhnya berasal dari APBD maupun iuran premi dengan peserta. Jika ini dilakukan maka berapapun tarif yang diterapkan oleh RSU BLU tidak menjadi masalah, karena masyarakat telah memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan.
Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif dan masyarakat yang semakin sejahtera (Bappenas 2005). Melalui Program Indonesia Sehat 2010, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes 2003). Lingkungan yang sehat termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) 2004-2009, salah satu program di bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit, termasuk wabah penyakit menular (Bappenas 2004c). Penanganan secara cepat terhadap wabah penyakit juga merupakan bagian dari peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang menjadi satu dari tiga prioritas program 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 di bidang kesehatan (Bappenas 2004a; Depkes 2005a).
Rumah sakit pemerintah yang layak untuk dirubah menjadi Rumah Sakit Badan Layanan Umum (RSBLU) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menurut Pasal 3 adalah BLU yang beroperasi sebagai unit kerja kemeterian Negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan, disamping itu BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian Negara/lembaga/pemerintah daearah dan karenanya status badan hukum BLU tidak terpisah dari kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. Sedangkan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan adalah Menteri/pemimpin lembaga/gubernur/bupati/walikota. Untuk pejabat yang ditunjuk mengelaola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pemimpin lembaga/gubernur/bupati/walikota.
Untuk persyaratan dan penetapan ijin satuan kerja instansi pemerintah menjadi sebuah BLU yang pengelolaan keuangannya melalui PPK-BLU menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sesuai dengan Pasal 4 dan 5 adalah harus memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif meliputi:
a. Persyaratan substantif yaitu apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
b. Persyaratan teknis meliputi:
1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan kewenangannya; dan
2. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
c. Persyaratan administratif yaitu apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut:
1. Pernyatan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
2. Pola tata kelola;
3. Rencana strategis bisnis;
4. Laporan keuangan pokok;
5. Standar pelayanan minimum;
6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Apabila semua persyaratan tersebut diatas maka pelaksanaan penetapnnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menteri / pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan kepada Menteri Keuangan / gubernur / bupati / walikota atas instansi pemerintah yang telah memenuhi semua persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU sesuai kewenagannya.
b. Penerapan PPK-BLU dapat berupa:
1. Pemberian status BLU secara penuh yaitu apabila seluruh persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi dengan memuaskan.
2. Pemberian stasus BLU bertahap apabila hanya terpenuhi persyaratan substantif dan persyaratan teknis saja dan persyaratan administratifnya belum terpenuhi secara memuaskan. Dalam status BLU bertahap ini berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
Mengenai penetapan atau penolakan maka Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, maka sesuai dengan kewenangannya memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Berakhirnya PPK-BLU yaitu dengan dicabutnya BLU oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai kewenangannya, melalui Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota dengan mendasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya dapat mencabut status BLU, dan berubahnya status menjadi badan hukum dengan kekayaan Negara yang dipisahkan. Pencabutan ini dilakukan karena BLU ynag bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan/atau administratif. Dalam usulan usulan penetapan dan pencabutan PPK-BLU Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota dengan kewenagannya menunjuk suatu tim penilai.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri pada Pasal 2 disebutkan bahwa BLUD beroperasi sebagai perangkat kerja pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum secara lebih efektif dan efisien sejalan dengan praktek bisnis yang sehat, yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. BLUD juga bagian dari perangkat pemerintah daerah yang dibentuk untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisahkan dari pemerintah daerah, kepala daerah selaku penanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didilegasikan kepada kepala BLUD khususnya pada aspek manfaat yang dihasilkan dan juga mengutamakan efektivitas dan efisiensi serta kualitas pelayanan umum kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan (not for profit) dengan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Pertanggung jawaban pejabat pengelola BLUD langsung kepada kepala daerah selaku stakeholder dari BLUD tersebut, oleh karena itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja pemerintah daerah.
Seperti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum untuk persyaratan dan penetapan PPK-BLUD pada SKPD atau Unit Kerja juga harus memenuhi persyaratan subtantif, teknis, dan administratif. Untuk penerapan PPK-BLUD sebagaimana pada Pasal 9 harus memenuhi:
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola (dengan kriteria: memilikipotensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif. Dan memiliki spesifikasi teknis yang terkait lansung dengan layanan umumkepada masyarakat) dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD atas rekomendasi sekretaris daerah untuk SKPD atau kepala SKPD untuk Unit Kerja;
b. Kondisi kinerja keuangan SKPD atau Unit Kerja yang sehat (dalam hal ini ditunjukkan dengan tingkat kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluarannya).
Khusus pelayanan kesehatan diatur dalam pada Pasal 6 ayat 1 yaitu: penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat diutamakan untuk pelayanan kesehatan. Penetapan PPK-BLUD untuk pelayanan kesehatan diatur dala Pasal 18 dimana SKPD atau Unut Kerja mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui sekeretaris daerah dengan dilampiri dokumen persyaratan administratif, meliputi:
a. Surat pernyatan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Standar pelayanan minimum;
e. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan;
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik (good corporate governance) dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan merupakan salah satu dari aktualisasi praktek bisnis yang sehat.. Good corporate governance (GCG) adalah konsep untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan tujuan untuk menjamin agar tujuan rumah sakit tercapai dengan penggunaan sumberdaya se-efisien mungkin.
GCG secara definitive merupakan system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep GCG dapat juga diartikan sebagai konsep pengelolaan perusahaan yang baik. Ada dua hal yang perlu ditekankan dalam konsep GCG ini yaitu:
a. Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktunya.
b. Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.
Penerapan prinsip GCG dalam dunia usaha saat ini merupakan suatu tuntutan agar perusahaan-perusahaan besar, kuhususnya sebuah instiusi seperti ruamah sakit yang sarat atau padat modal, padat karya dan peralatan-peralatan yang mahal harganya dapat tetap eksis dalam persaingan global. Penerapan GCG dalam suatu perusahaan sendiri mempunyai tujuan-tujuan strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan;
b. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien;
c. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan;
d. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional;
e. Meningkatkan investasi nasional; dan
f. Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
Adapun rinsip-prinsip good corporate governance dalam hal ini meliputi:
a. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan Rumah Sakit Swasta

Peraturan-Peraturan Yang Mengatur Rumah Sakit Swasta ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 084/Menkes/Per/II/1990 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta;
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 282/Menkes/SK/III/1993 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Swasta;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/Per/V/1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta;
e. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor 0308/Yanmed/RSKS/PA/SK/IV/1992 tentang Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Swasta di Bidang Rumah Sakit Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing;

f. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Nomor HK.00.06.3.5.5797 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik Spesialis, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Nomor HK.00.06.1.5.787 Tahun 1999;

Rumah Sakit Badan Layanan Umum (BLU)

Rumah Sakit Badan Layanan Umum ( RSBLU) ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
a. Undang-undang Rumah Sakit Tahun 2009, dalam Pasal 20: ayat (1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit Privat. (2) Rumah Sakit Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. (3) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menurut Pasal 1: dimana BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. Adapun dalam Pasal 2 maka tujuan BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan prosuktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Menurut Pasal 1: Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dengan tujuan sesuai dalam Pasal 3 yaitu: PPK-BLUD bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Rumah Sakit Pemerintah

Rumah Sakit Pemerintah ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
a. Undang-undang Kesehatan Tahun 2009, menurut Pasal 14 Ayat 1: Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Ayat 2: Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik. Pasal 15: Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun social bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Undang-undang Rumah Sakit Tahun 2009, menurut Pasal 1: Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Yang memiliki asas dan tujuan dalam Pasal 2: Rumah Sakit diselenggarakan berdasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Pasal 3; pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumberdaya manusia di rumah sakit.
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENLKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, dalam Pasal 1: Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
d. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) dalam penjelasan pada pasal 1 adalah : Rumah Sakit adalah sarana kesehatan sebagai kesatuan sosial ekonomi, bukan merupakan kompilasi dari kode etik profesi penyelenggara pelayanan kesehatan, namun mengandung unsur dari etika profesi masing-masing penyelenggara, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pengertian, Tujuan, Prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik (good corporate governance) dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Good corporate governance (GCG) adalah konsep untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan tujuan untuk menjamin agar tujuan rumah sakit tercapai dengan penggunaan sumberdaya se-efisien mungkin.

GCG secara definitive merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep GCG di Indonesia dapat diartikan sebagai konsep pengelolaan perusahaan yang baik. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikann dan stakeholder.
Penerapan prinsip GCG dalam dunia usaha saat ini merupakan suatu tuntutan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat tetap eksis dalam persaingan global. Penerapan GCG dalam suatu perusahaan sendiri mempunyai tujuan-tujuan strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
b. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien.
c. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan.
d. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
e. Meningkatkan investasi nasional; dan
f. Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
Adapun Prinsip-prinsip good corporate governance dalam hal ini meliputi:
a. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
e. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.
Good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good corporate governance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi peerusahaan danuntuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera.
Good corporate governance diperlukan untuk mendorong tercipttanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan good corporate governance perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.
Prinsip efisiensi dan penciptaan keuntungan (rente) ekonomi dalam kerangka fungsionalisme ini memang pertama-tama diterapkan dalam prinsip tata kelola organisasi perusahaan. Namun, prinsip tata kelola berbasis cara pandang fungsional juga sering diterapkan pada organisasi lain, seperti lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan bahkan lembaga keagamaan.
Pendekatan fungsionalais yang berorientasi pada efisiensi ini sering disebut seba pendekatan disiplin karena guna menjaga agar efisiensi terus terjaga sehingga keuntungan ekonomi yang tinggi dapat dicapai maka diperlukan disiplin dan pengawasan.
Sumber Rujukan :
Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Mandar Maju, Bandung.
Ridwan Khirandy dan Camelia Malik, 2007. Good Corporate Governance Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Total Media, Yogyakarta.
A. Prasetyantoko, 2008. Coporate Governance: Pendekatan Institusional, Gramedia, Jakarta.

Minggu, 22 April 2012

Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Hukum Perawat Gigi

Bekerja sesuai dengan standar profesi merupakan suatu syarat yang mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Standar profesi ataupun standar kompetensi merupakan suatu kaidah yang mutlak dilaksanakan oleh perawat gigi karena didalamnya terkandung cara untuk melakukan kebenaran yang merupakan suatu nilai dari asas keadilan. Disamping itu, standar profesi memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi dalam melakukan perbuatan hukumnya dengan benar dan kemanfaatan bagi perawat gigi yaitu berupa imbalan

perlindungan hukum.
Berdasarkan kaidah-kaidah ketentuan perawat gigi, tercermin adanya asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Kaidah kualifikasi dan kaidah kewenangan memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi sebagai suatu profesi tenaga kesehatan yang diakui eksistensinya dalam memberikan pelayanan kesehatan. Di dalam kaidah standar profesi, disamping adanya asas kepastian hukum juga tercermin adanya asas keadilan karena ada kebenaran yang ingin ditegakkan dalam peraturan/kaidah hukum tersebut. Disamping itu, asas kemanfaatan juga tercermin dalam standar profesi ini dalam bentuk adanya imbalan perlindungan hukum dan pelaksanaan yang praktis bagi perawat gigi dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu standar profesi ini dapat dipakai sebagai kontrol bagi pelaksanaan pelayanan yang bermutu dan sebagai sarana pembuktian bagi hakim disidang peradilan.

Tanggung jawab hukum Perawat Gigi meliputi :
(a). Dalam menjalankan profesinya, setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan masyarakat tanpa membedakan budaya, etnik, kepercayaan, dan status ekonominya.
(b). Dalam hal ketidakmampuan dan di luar kewenangan Perawat Gigi Indonesia berkewajiban merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli.
(c). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang kliennya.
(d). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-batas kemampuan sebagai suatu tugas, perikemanusiaan kecuali pada waktu itu ada orang lain yang lebih mampu memberikan pertolongan.
(f). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pelayanan kepada pasien dengan bersikap ramah, ikhlas sehingga pasien merasa tenang dan aman.
(g). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif sederhana.

Tujuan dan Ruang Lingkup Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi

Tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor 284/Menkes/SK/IV/2006 tentang standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah meningkatkan profesionalisme Perawat Gigi dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Sedang tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut menurut Depkes R.I (1995) meliputi :
a). Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu, cakupan, efisiensi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam rangka tercapainya kemampuan pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut, serta status kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
b). Tujuan Khusus :
(1). Meningkatnya pengetahuan, sikap dan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dibidang kesehatan gigi dan mulut yang mencakup : Mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut, mampu melaksanakan upaya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut, mengetahui kelainan-kelainan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya, dan mampu menggunakan sarana pelayanan kesehatan gigi yang tersedia secara wajar.
(2). Meningkatkan angka mempertahankan gigi.

a). Standar administrasi dan tata laksana:
(1). Standar Administrasi.
(2). Standar tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
b). Standar pengumpulan data kesehatan gigi :
(1). Standar penjaringan data kesehatan gigi dan mulut.
(2). Standar pemeriksaan OHI-S (Oral Hygiene Index � Simplified).
(3). Standar pemeriksaan DMF-T / def-t (Decay Mising filing � Teet / Decay Eruption Filing � Teet).
(4). Standar pemeriksaan CPITN (Comunity Periodontal Index Treatment Needs).
c). Standar promotif :
(1). Standar penyusunan rencana kerja penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
(2). Standar penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
(3). Standar pelatihan kader
d). Standar preventif :
(1). Standar sikat gigi masal.
(2). Standar kumur-kumur dengan larutan fluor.
(3). Standar pembersihan karang gigi.
(4). Standar pengolesan fluor.
(5). Standar penumpatan pit dan fissure sealant.
e). Standar kuratif :
(1). Standar pencabutan gigi sulung goyang derajat 2 atau lebih.
(2). Standar atraumatic restorative treatment (ART).
(3). Standar penumpatan gigi 1 � 2 bidang dengan bahan amalgam.
(4). Standar penumpatan gigi 1 � 2 bidang dengan bahan sewarna gigi.
(5). Standar pencabutan gigi permanen akar tunggal dengan infiltrasi anastesi.
(6). Standar rujukan.
(7). Standar pencatatan dan laporan.
f). Standar hygiene kesehatan gigi :
(1). Standar hygiene petugas kesehatan gigi dan mulut.
(2). Standar sterilisasi dan pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi.
(3). Standar lingkungan kerja.
g). Standar pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap.
h). Standar peralatan dan bahan asuhan kesehatan gigi dan mulut.