Senin, 23 April 2012

Pengenaan Tarif Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Pengenaan Tarif Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit ditulis oleh : Fery K Indrawanto, SE, SH, M.H
Tarif adalah salah satu penerimaan dari rumah sakit selain dari: hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain, APBD, APBN , hasil investasi, dan lain-lain. Tarif merupakan sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan medik dan non medik yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Dimana pengenaan tarif rumah sakit ini tidak dimaksudkan untuk mencari laba dan ditetapkan dengan asas gotong royong dan adil dengan mengutamakan kepentingan masyarakat yang berpenghasilan rendah atau masyarakat miskin. Adapun dasar pengenaan tarif rumah sakit ditetapkan atas dasar jenis pelayanan, klasifikasi rumah sakit, tingkat kecanggihan pelayanan dan kelas perawatan.

Tarif rumah sakit merupakan aspek yang sangat diperhatikan baik oleh rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah. Bagi sebagian rumah sakit pemerintah, tarif memang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menkes atau Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat pemerintah sebagai pemilik terhadap rumah sakit sebagai firma atau pelaku usaha. Akan tetapi disadari bahwa tarif pemerintah pada umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan biaya) yang rendah. Apabila tarif mempunyai tingkat pemulihan biaya rendah diberlakukan pada kelas layanan bawah (misalnya kelas III) maka hal tersebut merupakan sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat miskin untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Akan tetapi, apabila tingkat pemulihan biaya ternyata juga rendah untuk kelas VIP misalnya, maka dapat terjadi subsidi untuk masyarakat atas.

Adanya penggolongan rumah sakit berdasarkan pemiliknya maka penaganan penetapan tarif dan tujuan penetapan tersebut dipengaruhi oleh pemiliknya, sehingga dengan latar belakang kepemilikan tersebut, tarif dapat ditetapkan dengan berbagai tujuan sebagai berikut:
a. Pemulihan Biaya
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin berkurang subsidinya. Pada masa lalu kebijakan swadana rumah sakit pemerintah pusat ditetapkan berdasarkan pemulihan biaya (cost recovery). Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa kebijakan swadana berkaitan dengan naiknya tarif rumah sakit.
b. Subsidi silang
Dalam manajemen rumah sakit diharapkan ada kebijakan agar masyarakat ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan pelayanan rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan konsep subsidi silang ini maka tarif bangsal VIP atau kelas 1 harus berada diatas unit cost agar surplusnya dapat dipakai untuk mengatasi kerugian di bangsal kelas III. Selain subsidi silang berbasis pada ekonomi, rumah sakit juga diharapkan melakukan kebijakan penetapan tarif yang berbeda pada bagian-bagiannya. Sebagai contoh Instalasi Rawat Darurat (IRD) mempunyai potensi sebagai bagian yang mendatangkan kerugian. Oleh karena itu, perlu disubsidi oleh bagian lain yang mempunyai potensi mendatangkan keuntungan, misalnya instalasi farmasi. Kebijakan subsidi silang ini secara praktis sulit dilakukan karena terjadi tarif rumah sakit yang melakukan subsidi silang jauh berada di atas tarif pesaingnya. Apabila rumah sakit memaksakan melakukan subsidi silang dari tarif-tarif yang ada dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu pelayanan dalam jangka panjang dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak mempunyai tujuan untuk subsidi silang.
c. Meningkatkan Akses Pelayanan
Ada suatu rumah sakit mempunyai misi untuk melayani masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit ini mempunyai kebijakan penetapan tarif serendah mungkin. Diharapkan dengan tarif yang rendah maka akses orang miskin menjadi lebih baik. Akan tetapi, patut diperhatikan bahwa akses tinggi belum berarti menjamin mutu pelayanan yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah mutu pelayanan yang baik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit pemerintah rendah akibat subsidi pemerintah terbatas dan tarif rumah sakit rendah dengan sistem manajemen yang birokratis. Kegagalan pemerintah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah memberikan subsidi cukup bagi biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit yang mempunyai tarif rendah menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit semakin rendah secara berkesinambungan.
d. Meningkatkan Mutu Pelayanan
Di berbagai rumah sakit pemerintah daerah, kebijakan penetapan tarif pada bangsal VIP dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter sepesialis. Sebagai contoh, bangsal VIP dibangun untuk mengurangi waktu spesialis di rumah sakit swasta. Terlalu lamanya waktu yang dipergunakan dokter spesialis pemerintah di rumah sakit swasta dapat pemerintah di rumah sakit swasta dapat mengurangi mutu pelayanan.
e. Untuk Tujuan Lain
Beberapa tujuan lainnya, misalnya mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, menciptakan corporate image. Penetapan tarif untuk mengurangi pesaing dapat dilakukan utuk mencegah adanya rumah sakit yang baru yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar tarifnya tidak sama dengan rumah sakit baru.
Penetapan tarif untuk memperbesar keuntungan dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Oleh karena itu, penetapan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalisasikan pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan demand tinggi, maka tarif dapat dipasang pada tingkat yang setinggi-tingginya, sehingga dapat meningkatkan surplus secara maksimal.
Penetapan tarif yang bertujuan minimalisasi penggunaan pelayanan, mengurangi pemakaian, tarif dapat ditetapkan secara tinggi. Sebagai contoh, tarif periksa umum pada rumah sakit pemerintah ditetapkan jauh lebih dibandingkan dengan pelayanan serupa di Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Dengan cara ini maka fungsi rujukan dapat ditingkatkan sehingga masyarakat hanya menggunakan rumah sakit apabila perlu saja.
Penetapan tarif dengan tujuan menciptakan Corporate Image adalah penetapan tarif yang ditetapkan dengan tujuan meningkatkan citra sebagai rumah sakit golongan masyarakat kelas atas. Sebagai contoh, berbagai rumah sakit di Jakarta menetapkan tarif bangsal super VIP dengan nilai yang sangat tinggi. Timbul kesan seolah-olah berlomba untuk mendapatkan citra rumah sakit paling mewah.
Pengenaan tarif pada rumah sakit umum daerah khususnya kelas III harus sesuai dengan Undang-undang Rumah Sakit Tahun 2009 pada Pasal 50 ayat 2 dimana besaran tarif pada kelas III yang dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Selanjutnya bila dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum pada Pasal 9 disebutkan bahwa BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang / jasa layanan yang diberikan, yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Pada prosedur penetapan tarif diusulkan oleh BLU kepada menteri / pimpinan lembaga / kepada SKPD yang sesuai dengan kewenangannya, kemudian usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga / kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan / gubernur / bupati / walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam penetapan tarif bagi BLU harus mempertimbangkan: Kontinuitas dan pengembangan layanan, Daya beli masyarakat, Asas keadilan dan kepatutan, Kompetisi yang sehat.
Sumber Buku :
Laksono Trisnantoro, 2009. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.


EmoticonEmoticon